Ini Sebuah Perjalanan

aku menyebutnya perjalanan, ah tentu saja sebuah perjalanan panjang selama satu setengah jam. Dramaga-Baranangsiang dan tak selalu perjalanan menemukan hal-hal yang menarik, seperti kemarin malam. dan terkadang aku menemukan sesuatu yang bisa aku anggap menarik seperti dua malam yang lalu. benar, hidup tak selalu darmatis kawan.

aku menyebutnya menarik karena jarang aku melihat pengamen perempuan yang mungkin usianya belasan tahun berkeliaran di malam-malam. dia mengenakan kaus hitam berlengan pendek yang hanya menutupi bagian atas lengannya dan celana jins pensil warna hitam ketat yang menempel pada kakinya. lingkar pingganya diberi aksesoris ikat pinggang warna coklat dengan tambahan warna merah. rambutnya panjang terurai, dan aku mencium bau sampo dari sana. aku pikir dia mungkin baru saja kramas sore tadi. dan tidak seperti kebanyakan pengamen yang lusuh dan sedikit maaf apek. tapi ada wangi parfum yang keluar dari tubuhnya. tentu saja aku tahu sebab aku duduk tepat di samping pintu tempat dia bersandar dan memainkan lagu.

bagi ukuran seorang pengamen suaranya cukup baik, dan dia pandai bermain gitar. lagu yang dibawakan juga lagu ala pengamen, lagu dengan musik melayu seperti yang musik-musik wali, ST12 dan banyak lagi musisi baru yang ada di acara tipi yang tak saya kenal dan sering diputar di radio didalam angkot.

tak lama setelah dia menyanyikan tiga buah lagu yang biasa saya dengar lewat suara pengamen yang sering bertandang diangkot pada perjalanan yang lain. pengamen perempuan itu turun di sekitar stasiun, dan tak lam setelah angkot berjalan bersama kemacetan seorang bapak dengan baju batik coklat berwarna panjang mengajakku berbicara. sebenarnya aku sendiri tak yakin dia mengajakku bicara hanya saja tatapannya mengarah padaku seolah mengingatkan bahwa aku harus bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk belajar. beliau yang sedang memangku sebuah tas gendong warna hitam juga berkata

"aku memiliki seorang anak perempuan, dan aku membayangkan anak tadi adalah anakku. rasanya aku tak sanggup jika melihat dia sedemikian rupa. perempuan harus menjaga diri untuk kehormatannya."

sebenarnya percakapan ini sudah saya edit karena beberapa hal yang tidak saya mengerti. karena tak mengerti aku hanya mengangguk, dan tersenyum mencoba ramah dan menghargai beliau.

tak lama berselang bapak berbaju batik turun dan meninggalkan aku bersama pernumpang lainnya. dan lagi-lagi sebuah suara memecah keheningan kami, seorang ibu muda bertanya.
"tadi si bapak ngomong apa sih bu?"
"oh tadi ngomongin pengamen yang tadi" ibu paruh baya keturunan tionghoa yang duduk didepanku menjawab pertanyaan ibu muda tadi.
"bener-bener ga sopan, masak ngomong kaya gitu didepan anak kecil, disamping kupingnya lagi. yaudah si hidup-hidup orang kok diributin", keluh ibu muda yang baru saya tahu anaknya duduk di kursi selebriti tepat didepan bapak batik tadi.  pantas saja dia ngomel pikirku.

karena kondisi jalan yang macet dan suasana angkot yang panas karena ibu muda mengomel, beberapa bapak yang duduk disampingku turun dan meniggalkan bangku penumpang. disusul juga ibu muda bersama anaknya menyisahkan aku dan ibu keturunan tionghoa dan gadis kecil yang ternyata adalah putrinya.

ibu itu tersenyum padaku, seolah memberi isyarat kami bisa memulai perbincangan.
"melihat mereka adalah pembelajaran kehidupan yang natural. tentu saja ada orang yang mentabukan hal-hal tersebut namun saya pikir biar saja anak saya melihat hal-hal tersebut dan dia biarkan dia bertanya pada saya. dia akan mengambil pelajaran hidup dari sana"

aku hanya tersenyum dan mengiyakan apa yang beliau sampaikan. ibu yang sangat bijak pikirku.

"hari itu aku belajar banyak pada mereka yang bahkan aku tak tahu namanya"



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Episode Gunung Gede

Lewat Diam

Untuk Kamu