amazing advanture with new family



Pukul 21.30 WIB kami (aku, kak ryan, rudi dan fanny) belum juga bergerak di stasiun cawang, mencoba meghitung peluang kemungkinan kami mencapai stasiun senen sebelum pukul 23.00 WIB. KRL terasa berjalan lebih lambat, kami memutuskan untuk transit di juanda dan membayar taksi seharga 25.000 menuju senen. Teman kami sudah menunggu, mereka (fauzan, yudhan, rahman dan mas miftah) nampak sudah lelah menunggu kami sudah hampir terlambat. Kami tiba di senen lewat pukul sepuluh, aku tak tahu persisinya. Kami saling menyapa, menanyakan kabar dan berkenalan (lagi) karena memang ada beberapa teman baru yang belum aku kenal waktu itu.

Menurut jadwal yang tertera pada tiket, kereta kami akan berangkat tiga puluh menit lagi. Kami memutuskan untuk masuk, menunggu tawang jaya mengantar kami sampai stasiun poncol. Waktu sudah menunjukan pukul 23.00 namun, rangkaian tak kunjung tersedia. Pada akhirnya, Kereta kami baru berangkat setelah lewat tengah malam. Tak banyak hal yang dibicarakan didalam kereta karena kami memang belum saling kenal, serta malam yang gelap membuat mata kami terlelap.

Tiba distasiun poncol pukul 07.00 mentari semarang menyambut hangat kedatangan kami tim bertambah satu orang lagi mbk titin bergabung saat kereta berhenti di stasiun pekalongan. Mobil jemputan (lebih mirip bus mini) sudah datang sejak pukul 04.00 subuh, kami diminta bersegera namun masih ada dua teman kami (bang ro dan bang andry) yang belum datang. Keduanya datang dengan bus karena tiket kereta sudah lenyap sejak hari pertama dibuka. supir bus awalnya enggan menunggu, namun kami membujuk beliau dan berhasil dengan syarat ada tambahan biaya (total penyewaan 550 ribu sekali jalan). Dan yang pasti kami juga meminta sopir untuk mengantarkan kami ke pasar untuk membeli persediaan selama di gunung nanti. 

Kurang lebih pukul 12.00 kami tiba di desa wekas, tiba di bascamp kami mulai registrasi pendakian dengan membayar retribusi setiap kepala 5000. Selanjutnya kami membongkar tas dan membagi logistik. Sebab beban berat akan menadi ringan jika kamu bisa membaginya dengan orang lain. Selama di wekas aku bahkan meyempatkan diri mandi di toilet umum yang ada di bawah masjid. Airnya dingin tapi seger, setidaknya aku sudah punya bekal untuk tidak mandi untuk beberapa hari kedepan.

Kamis(14/05/15) waktu menunjukan pukul 13.30 kami semua sudah siap melakukan pendakian, semua sudah dicek. Mas miftah selaku pemimpin regu yang dipilih secara mendadak dan tanpa persetujuan orangnya memimpin doa agar kami pergi sehat pulang pun dengan selamat. Tim dibagi menjadi dua regu, regu depan dan belakang. Diujung depan ada bang miftah selaku leader, disusul bang ro, mbk titin, fani, aku dan bang andry. Regu belakang diisi oleh yudhan, rahman, fauzan, kak ryan, dan rudi selaku swipping. 

Perjalanan dimulai dengan melewati perkampungan hingga mencapai ladang. Jalan yang dilewati adalah jalan yang dilapisi oleh semen. Tak lama kemudian kami tiba di jalan yang masih tanah, itu pertanda kami memasuki kawasan taman nasional. Pohon pohon besar tumbuh disekeliling kami, melindungi langkah dari terik panas matahari. Jalanan ini tidak terlalu sulit ditaklukan, namun bukan berarti kita berhenti untuk hati hati. 

Lewat pukul lima kami sampai di pos dua, tanah landai yang cocok untuk berkemah. Selain itu, dilokasi ini sudah tersedia keran air yang mengalirkan mata air. Kanan kiri diapit bukit yang tinggi yang ditumbuhi rumput hijau dan pepohonan yang luar biasa indah. Kami bermalam disini sebelum besok pagi meneruskan perjalanan. Seperti kebanyakan orang berkemah kami menfaatkan waktu dengan mencoba saling mengenal satu sama lain. Sebab tak lucu rasanya melewatkan perjalanan tanpa mengenal siapa orang yang ada disekelilingmu.

Menu makan malam perdana kami adalah nasi, capcay, nuget dan tempe goreng. Mendaki bukan berarti harus makan mi selama tiga kali. Kita membutuhkan banyak energi saat melakukan perjalanan. Tidak maukan perjalanan kalian gagal karena kurang energi. Untuk menghemat tempat dan mengakrabkan diri kami menggelar kertas nasi kemudian menletakan nasi, sayur dan lauk pauk diatasnya. Kemudian tidak lupa untuk duduk melingkar dan menikmati hidangan didepan yang sudah disediakan.

Bintang menghiasi langit perkemahan kami, mungkin kita bisa menyaksikan milky way tanpa menggunakan bantuan teleskop. Bahkan aku sempat menyaksikan bintang jatuh malam itu, betapa Tuhan sangat baik pada kami. Namun, tak lama kemudian ketika waktu menjukan pukul sepuluh malam. Langit mulai kehilangan bintang, sayup sayup air dari langit menjatuhi kami yang saat itu tengah mengakrabkan diri melalui permainan kartu “poker” dan “truth or dare”. Permainan selesai bersama turunnya hujan, kamipun terlelap menunggu esok pagi dan berharap hujan hanya lewat.

Pagi tiba dan langit nampak cerah, meskipun harus menunggu lewat pukul 8. Selepas sarapan nasi goreng yang dimasak alakadarnya kami berkemas dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kami menambah perbekalan air karena rencananya kami akan turun melalui jalur selo yang memiliki rute lebih panjang dibanding wekas. Perjalanan yang lebih sulit menunggu kami.

Jalan menuju puncak semakin menanjak, membuatku sempat menyerah. Pada awal perjalanan aku berada di barisan nomor lima, namun semakin lama langkahku semakin berat. Perlahan aku mulai bergerak kebelakang dan mengikuti jejak para tim terakhir. Aku beruntung memiliki tim yang baik sehingga masih mau menunggu dan memberi semangat. Kami berangkat dari pos dua kurang lebih pukul sepuluh, dan kami tiba di puncak syarif kurang lebih pukul setengah tiga. Perjalanan yang cukup lama mengingat medan yang terjal dan curam, namun memiliki pemadngan yang indah yang tidak bisa dilukiskan. Puncak syarif bukan akhir dari perjalanan, sebab khenteng songo sudah menunggu. Setelah puas berfoto dan menikmati awan yang cantik selama kurang lebih satu jam, kami kembali melakukan perjalanan menuju tempat selanjutnya.

Perjalanan menuju kenteng songo harus menyebrangi jembatan batu yang memaksa kami untuk berjalan seperti cicak (red:merayap), perjalanan ini dipenuhi bebatuan namun menyenagkan. Untuk mencapai puncak jalannya sedikit licin sehingga perlu berhati hati agar tidak terperosok kejurang yang ada di sisi siainya. Kami tiba di puncak kenteng songo saat waktu menunjukan kurang lebih pukul empat.

Kami menikmati pemandangan indah yang disediakan merbabu pada kami, sungguh betapa Tuhan begitu ramah sehingga Ia mengijinkan kami menikmati salah satu keindahan alam yang maha luas ini. Kumpulan awan putih yang mengelilingi merbabu menjadi daya tarik sendiri bagiku, begitu juga dengan pendaki lain. Tak ketinggalan dengan merapi di sebrang yang dengan gagahnya menmpakan diri membut aku benar benar tak mau turun. Angin sepoi berhembus membawa udara dingin tak menyurutkan tekat kami untuk menikmati pemadangan indah dari puncak lebih lama. Kami mencoba mengabadikan semua yang kami lihat lewat mata dan kamera, untuk dibawa pulang sebagai kenangan dan bukti kekuasaan Tuhan. 

Namun apa daya Senja semakin dekat, matahari mulai menurunkan intensitasnya. Kami harus segera turun dan melanjutkan perjalanan. Sesuai kesepakatan kami naik kamis dan kembali jum’at, hari ini kami harus kembali ke bawah dan melaporkan diri. Sebelum turun kami sempatkan mengisi perut yang lapar karena belum terisi nasi dan hanya berisi cemilan yang kami bawa selama perjalanan. Kami melakukan transit di sabana dua, memasak makan malam berupa nasi berlauk ikan asin dan sayur asem yang sudah direncanakan sejak awal. Santapan yang nikmat ditengah padang sabana yang dingin dan bagi perut yang tengah lapar. 

Kurang lebih pukul delapan malam kami turun menuju desa selo, setelah memastikan semua sampah masuk kedalam trash bag kami melingkar dan kembali memanjatkan doa. Memohon pada Tuhan agar perjalanan kami dimudahkan. Tim disusun sedemikian rupa mas miftah didepan dan rudi swiiping dibagia belakang. Aku berjalan ditengah membantu fanny yang mengalami kesulitan jika harus berjalan dimalam yang gelap. Kami bersyukur malam itu langit begitu cerah sehingga perjalanan malam kami tak terlalu buruk. Menyaksikan langit penuh dengan bintang adalah cara sederhana melupakan perjalanan turun melalui jalur selo yang panjang.

Setelah empat jam berjalan, akhirnya kami tiba di bascamp selo. Waktu sudah menunjukan tengah malam, beberapa tempat sudah ditempati pendaki lain yang turun seperti kami atau bahkan mereka yang baru tiba dan hendak melakukan perjalanan. Kami sempatkan memesan teh hangat dan beberapa makanan pada ibu pemilik rumah sebelum kami pergi tidur, hal ini dimaksudkan untuk menganjal perut kami yang lapar karena energi selama berjalan dan udara yang dingin. Perjalanan kami belum berhenti, sebab satu gunung lagi masih menanti. Merapi masih duduk ditempatnya dan tak akan pernah lari, esok pagi kami akan kunjungi. Dan menyaksikan lebih dekat bagaimana kuasa Tuhan yang lain.

Udara dingin menyambut pagi kami, minyak telon yang dioles kebadan tidak banyak membantu. Beruntung semalam sebelum tidur kami sempat menempelkan koyo dan membaluri kaki dengan cream pereda pegal. Badan sudah sedikit ringan, dan sepertinya misi pendakian kedua kami bisa terealisasikan. Selesai berbenah dan membersihkan diri kami bersiap pergi melanjutkan perjalanan ke bescamp merapi. Kami diantar dengan menggunakan mobil pick up, dengan beban perkepala 15rb. Selama perjalanan menuju bascamp merapi kami dimajakan oleh lahan pertanian yang ditumbuhi berbagai sayuran. 

Pendakian merapi ini akan dilakukan dengan metode Tek-Tok atau muncak kemudian langsung pulang. Kami membawa bekal secukupnya, makanan, air, obat dan beberapa perlengkapan lain yang dibutuhkan untuk memasak makanan diatas. Sesungguhnya perjalanan ini tidak akan begitu berat andai saja aku memiliki tenaga dua kali lipat. Ya energi saya belum benar benar pulih, rasanya tidur kemari malam belum benar-benar membuat semunya kembali normal. Tapi tak ada salahnya terus mencoba jika memang sudah tak kuat aku pasti akan berhenti. 

Kami berjalan lambat, aku berada dibarisan terakhir bersama rudi, kak ryan, yudhan dan rahman. Beberapa pendaki yang lewat memberi kami semangat, dan beberapa diantara mereka menyatakan butuh enam jam untuk sampai puncak. Itu membuat nyali kami semakin ciut. Itu pertanda kami harus pulang malam dengan medan selicin ini. Yudah dan rahman yang awalnya menang tidak berniat ikut makin malas mengangkat kaki mereka. tapi bukan teman yang baik kalo kami meninggalkan mereka tanpa memberikan semangat. 

Kami tiba di gerbang pendakian merapi, seluruh tim sudah berkumpul menunggu kedatangan kami. Kami beristirahat sejenak kemudian bersiap melanjutkan perjalanan, yudhan dan rahman menyerah dan memutuskan untuk turun. Aku mencoba membujuk mereka, tapi tak berhasil. “kami ga mau nyusahin kalian” kata mereka. sedari awal mereka memang tak terlalu berniat, mungkin sampai gerbang adalah prestasi sendiri. Jikalau mereka bisa mengubah niat mereka saat itu aku yakin mereka bisa.

Akhirnya kami melanjutkan perjalanan tanpa yudhan dan rahman. Aku kembali memilih di rombongan kedua, rasanya tidak akan sanggup untuk mengikuti langkah mereka yang cepat. Kami hanya berempat, aku rudi kak ryan dan fauzan. Kami berjala sesantai mungkin, banyak beristirahat sambil menikmati pemdangan. Siang itu langit tak begitu biru ada kabut yang menutupi langit membuat aku semakin lemas, tak ada langit biru membuatku kekurangan energi. Ditengah perjalanan kami berpapasan dengan pendaki lain yang mengabarkan bahwa ada sesorang pendaki yang pagi tadi terpeleset dan jatuh dalam kawah. “hati hati ya mbk mas” pesannya waktu itu. Kami diam dan menerka kronologi yang sebenarnya terjadi. Akhirnya setelah kurang lebih satu jam berjalan akhirnya kami tiba di pos satu. 

Kami tak beristirahat terlalu lama karena, bagi kami istirahat tak perlu di pos. Tapi dimana saja, kai melanjutkan perjalanan ke pos dua, menuju pos dua akan lebih banyak ditemui jalanan berbatu dan jalanan yang makin curam, dibutuhkan ketelitian dan kesabaran apalagi kami mendaki disiang hari terik matahari sangat menyengat. Beruntung sampai di pos dua langit berubah menjadi cerah. Satu jam berjalan kami tiba di pos dua, berharap teman kami ada disana nanun, nihil. Waktu sudah menunjukan pukul dua dan aku mulai lapar. Kami pikir mereka sudah tiba di pasar bubrah. Aku hampir menyerah melihat jalan bebatuan yang makin banyak, aku ingin segera turun sebelum gelap menyapa. Aku hanya tak bisa membayangkan kalo harus turun di daerah bebatuan dengan kondisi gelap.

Tak lama kami melangkah dan setelah diberikan semangat untuk melangkah oleh teman teman akhirnya kami berjumpa dengan rombongan pertama. Dilokasi inilah kami akan mengisi perut, kami akan masak spageti kerenkan digunung makan spageti. Tak lama setelah kami makan kami bersiap menuju pasar bubrah, menikmati pasir dan awan lebih dekat. Perjananan ke pasar bubrah adalah batuan dan pasir, jalanan licin jika tidak hati hati. Lelah tapi perpuaskan ketika bisa menikmati awan lebih dekat. Kami sampai dimerapi, meskipun aku tak muncak meskipun aku Cuma sampai pasar bubrah. Namun melihat awan putih yang bergerombol membuatku malas turun ingin disini saja pikirku.

perjalanan belum berakhir sampai kami tiba di malioboro, jogja. yeay tripel M berhasil terlampui, see you in next travel. how amazing journey with new friend :) i hope will meet them again.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Episode Gunung Gede

Lewat Diam

Untuk Kamu