Pulang
ulasanasal.blogspot.com |
Seorang wanita paruh baya sedang
menjahit mantel tua, mantel usang yang sudah bolong pada bagian punggung dan
lengannya sudah koyak. Warna hitam yang dulu sempat bersemayam sudah mulai
berubah menjadi keabu-abuan. Tangannya dengan lincah mengayunkan jarum dan
benang menjadi satu kesatuan yang mengikat tambalan dengan halus dan rapi.
Wanita itu tersenyum puas melihat hasil jahitan yang baru saja ia selesaikan.
Pikirannya terbang mengingat
putra semata wayangnya yang kini ada di tanah orang. Sudah dua bulan dia tidak
pulang, hanya sesekali ia menelpon menanyakan kabar atau sekedar meminta
kiriman. Ini tahun kedua bagi putranya pergi meningglkan rumah dan ke tanah
rantau yang berjarak empat jam dari rumah. Sejak awal sebenarnya ia sedikit tidak
rela membiarkan putranya pergi, namun anak yang ia cintai meyakikan bahwa ia
berjanji akan pulang setiap bulan untuk mengunjungi bapak dan ibunya.
Diambilnya telepon gengam yang
sedari tadi diam diatas meja, kemudian ia menekan beberapa tombol yang akan mengantarkannya
ke putranya. Suara sambungan berbunyi nyaring ditelinganya, dengan sabar ia
menunggu putranya segera mengangkat panggilanya. Namun, dua kali ia menekan
tombol panggilan dua kali pula ia harus menahan rindu sebab putranya tak juga
mengangkat panggilan itu. Wanita itu hanya mampu berprasangka putranya mungkin
sedang sibuk.
Sekarang sudah memasuki musim
hujan, dan wanita itu tahu putranya meninggalkan mantel hujannya di rumah. Saat
ia pulang dua bulan yang lalu mantel yang biasa ia gunakan sebagai pelindung
sudah bolong. Dan saat ia kembali ke rantau ibu dan anak itu sama-sama lupa
tentang mantel bolongnya.
“nak, apa kabar? Apakah kamu
suhat? Ibu lupa mantel mu tertinggal di rumah. Ibu sudah jahitkan, kapan kamu
pulang? ” tulisnya di layar hitam putih handphonenya.
Lama menunggu tak ada balasan,
ibu itu hanya berprasangka mungkin dia benar-benar sedang sibuk. Kemudian ia
melangkah ke dapur menyiapkan beberapa makanan karena tak lama lagi suaminya
akan pulang.
Di kota lain ditempat putranya
belajar, si anak sedang benar-benar sibuk dengan aktivitas kampus yang sangat
padat. Bahkan ia jarang tertidur karena harus mengerjakan banyak tugas yang
memang memaksanya tidak pulang. Putranya memang sangat baik, bahkan terlalu
baik sampai ia pantang sekali mengucapkan kata tidak. Sampai ia lupa janjinya
pada ibunya untuk pulang sebulan sekali.
awal semester kali ini dia begitu
banyak mengikuti kegiatan kampus sampai ia sendiri lupa tentang liburan. Selalu
saja ada kegiatan yang menghalanginya untuk pulang, dan ia selalu saja tidak
pernah bisa menolak permintaan rekannya. Rumahnya yang hanya empat jam
perjalanan seolah berubah menjadi jarak yang sangat jauh dan sulit di jangkau.
Saking merasa sibuknya ia sampai lupa tentang rindu yang sebenarnya ia rasakan.
Sore ini disela-sela kesibukan ia
mendapat dua panggilan dari ibu yang merindukannya, namun dia ada ditengah
pertemuan yang sangat penting sehingga ia tak mendengar panggilan itu. Tak lama
kemudian ia juga mendapat sebuah pesan dari orang yang sama, namun hanya ia
baca kemudian ia tutup. Baru selepas maghrib ia membalas beberapa pesan yang
masuk dalam ponselnya dengan singkat pula.
“ibu, elang baik-baik saja. Elang
sehat maaf belum bisa pulang elang sangat sibuk. Bapak dan ibu bagaiman
dirumah?. Matelnya trimakasih.” Tulisnya.
Pikirnya melayang pada rumah, ia
tak pernah meningglkan rumah selama ini. Ibu pasti sangat kesepian, tapi saat
ini banyak hal yang harus ia kerjakan. Beberapa teman memintanya mengurus
kepanitiaan dan ini membuat waktunya tak pernah cukup untuk pulang. Akhir
pekannya selalu dihiasi dengan kegiatan kampus yang sebenarnya mulai ia rasakan
sebagai rutinitas yang membosankan. Masih ada tiga kegiatan lagi yang harus ia
urus, dan artinya ia tidak bisa pulang untuk tiga pekan mendatang.
“lang ngapain? Ayok masuk udah
mau mulia lagi plenonya” teriak rahmat salah seorang sahabat elang.
“iya bentar, nanti gue nyusul”
balas elang.
Wanita paruh baya itu hanya
tersenyum mendapati anaknya membalas pesannya dengan singkat, Elang sangat
sibuk katanya pada dirinya sendiri.
“bu, sms dari siapa?” tanya bapak
“elang, pak kayaknya dia belum
bisa pulang” jawabnya dengan getir, ada rindu yang benar-benar menyesakkan
dadanya.
“ya sudah, ibu kok sedih begitu?”
“ibu kangen sama elang, pak dia
sekarang giman? Dua bulan yan lalu saat dia pulang dia keliahatan kurus. Nah
ini udah dua bulan dia beneran sehat apa enggak”
“udah bu ga usah dipikir, elang
udah gede biasa jaga diri”
“emang bapak ga kangen sama
elang?”
“kangen, lha elang kan anak bapak
masak dua bulan ga pulang ga kangen”
Sudah seminggu sejak terakhir
kali elang mengirim pesan pada ibunya, tak pernah lagi ia mengabarkan apapun
kerumah. Hari ini perasaanya begitu tak enak, entah seperti ada yang menganggu
perasaanya. Festivalnya akan berlangsun beberapa satu jam lagi, hari ini dia
harus menjadi koordinator lapang yang mengharuskannya ada di tempat selama
acara. Tapi hatinya menyuruhnya pulang. Untuk mengusir kegelisahan ia mencoba
menghubungi rumah, tapi tak ada jawaban. Hanya suara mesin yang menjawab
panggilan yang ia lontarkan berkali-kali.
“ayo lang, kita ke lapangan
sekarang. Brefing bentar sama teman-teman panitia yang lain” salah seorang
teman elang mengingatkan.
“bentar lang kok muka lu pucet?
Lu sakit?” tanyanya lagi
“enggak gus, Cuma dari semalem
peasaan gue ga enak. Kayaknya gue harus pulang sekarang. Lu bisakan gantiin
gue” jawab elang dengan sedikit gemetar.
“lu yakin mau pulang, udah ga
apa-apa paling elu terlalu mendramatisir doank”
“kali ini gue serius gus, semua
hal yang perlu lakukan ada disini. Gue pulang salamin buat anak-anak dan
permintaan maaf gue” jelasnya sambil menyodorkan note kucel yang berisi
intruksi selama dilapang.
Elang pergi meninggalkan bagus
sendiri dengan bejuta pertanyaan yang menggantung diotaknya. Bagus menyusul
teman-temannya dilapangan festival, menjelaskan apa yang terjadi pada elang dan
dengan sangat terpaksa dia harus menggantikan posisinya. Sedangkan elang
menghambur di kerumunan, mengambil motornya yang diparkir depan tergesa.
Menyerahkan karcis pakir dan memacu kendaraanya menuju rumah.
Rumah tampak sepi, lampu depan
juga masih menyala padahal hari sudah siang. Bapak dan Ibu pasti tidak dirumah,
tapi kemana mereka pergi. Ia menghubungi mereka lagi, tapi yang ada hanya suara
wanita operator yang sudah ia hapal setiap kalimatnya. Dari kejauhan seorang
tetangga datang menghampirinya dengan tergesa.
“budhe, ibu sama bapak kemana?”
tanyanya sebelum wanita yang dipanggil budhe itu mendekat.
“ibu kamu masuk rumah sakit tadi
malam” kabarnya
elang nampak begitu terkejut, ada
air mata yang menggenang di matanya tapi malu untuk dikeluarkan, diasalaminya
wanita yang ia panggil budhe tadi. Lantas memacu kendaraanya ke rumah sakit
terdekat sambil membayangkan wajah cantik milik ibunya.
“ibu, elang pulang. Ibu cepet
sembuh ya” bisisknya lembut.
Wanita itu mengguk ada binar
bahagia yang terpancar dari matanya. Ada rindu yang menguap pergi membawanya pada kenyataan bahwa putranya pulang.
“ibu senang kamu pulang”
ada yang hilang entah apa, kalo ada yang mau mengkritik sangat di persilahkan.
Komentar
Posting Komentar